Hari yang
sangat indah dengan cahaya mentari yang menyinari pagi begitu cerah tanpa awan
menutupinya. Aku memandang langit sekali lagi. Tidak ada awan. Ah, rupanya awan
sedang berkelana jauh menuju wilayah Asia, membawa sedikit kandungan air
sehingga jatah hujan di Indonesia masih menunggu beberapa bulan lagi. Angin
muson barat bertiup, membawa seonggok awan tak berbentuk jauh dari sekolahku
ini. Duh, kenapa malah aku membahas awan, angin dan kawan-kawan.
Oh ya, sebenarnya aku ingin bercerita kepada kalian bahwa di pagi ini aku telah memasang wajah yang berbeda dari biasanya, tanpa ekspresi. Ntah mengapa raut wajahku ini tak berbanding lurus dengan cerahnya cuaca hari ini. Aku ingat, kemarin aku pulang dengan tetesan air mata yang tertahan. Sial! Aku telah gagal membuat surat lamaran tugas Bahasa Indonesia itu sebanyak tiga kali. Aku sudah bahagia waktu itu, sebab hampir setengah surat “menyebalkan” itu aku selesaikan. Namun, tiba-tiba saja “bruuk!” suara tubrukan meja tulisku tersenggol dan membuat tanda coretan tak lebih dari satu sentimeter itu dan sukses membuatku teriak. “OH! NOOOO! Plakk tak brukkk” Suara teriakanku berbaur dengan suara lentingan pulpen yang ku lempar dan suara buku-buku yang bergeser di kolong mejaku. Kesal rasanya. Bayangkan saja, aku sudah menulis surat lamaran ini sebanyak empat kali dan GAGAL!. Ini kelima kalinya dan hampir finish tapi TIDAAAK, finally GAGAL juga. Siapa yang tidak kesal, di siang hari yang menyengat dengan udara panas yang menyeruak di dalam ruang kelas, dengan perut keroncongan, dengan kepala yang panas akan tekanan mental menulis surat dengan pedoman EYD (No tip X, no ralat, no typo, dan no no lainnya, ahhh!) aku rasa kalian juga tidak akan tahan. Akhirnya dia pun pergi setelah meminta maaf atas kasus tak sengaja membuat tubrukan itu. Aku menatap nanar dengan tetesan air mata yang sedikit perih dan mendesak untuk keluar itu. Aku pun geram, ku kemasi semua barang-barangku dan sedikit gebrakan kunci motor sebelum meninggalkan ruangan kelas itu. Aku pun kesal ketika seseorang menanyakan ada apa yang terjadi.
Aku
diam membaca buku catatan yang berisi tugas yang diberikan minggu lalu. Diam. Aku
menyadari semuanya hening. Tak ada satupun yang menegurku, jangankan menegur melihat
ke arahku saja aku rasa mereka enggan karena tahu bahwa kondisi sedang tak
stabil karena kejadian kemarin. Akhirnya akupun bosan. Aku pergi meninggalkan
kebingaran kelas yang “sepi” bagiku itu. Sepertinya aku akan memandangi awan
lagi kali ini dari ruangan besar tak berpintu di belakang sekolah yang bisa
menampung 350-an lebih penghuni SMAN 1 Selong. Sebelumya aku duduk di tangga
kedua ruangan itu, melihat ke atas dan ternyata yang kudapati hanyalah lukisan
biru yang bersih tanpa ada noda titik putih sekalipun dari awan. Sekali lagi, aku
lupa bahwa angin membawa awan pergi jauh. “Huhhh~” aku mendengus pelan. Dan aku
kembali mengadukan semuanya pada-Nya. Tidak ada sedikitpun pengaduan yang
bercampur benci, namun aduan itu hanya berisi pengharapan dan sejenisnya.
Kembalilah
pelajaran di kelas ini bertemakan “sibuk sendiri”. Maksudnya ya, jam kosong
lagi. Kali ini apa? Guru yang sedang pergi menjenguk ibunya, guru yang sedang
mengantarkan siswa berprestasi menuntut haknya, guru yang lupa kunci ruangan
tempat praktikum, guru yang lupa membawa materi ajar atau guru yang benar-benar
lupa ada KBM di kelas “terpencil” ini? Ntahlah, yang penting sekarang temanya “sibuk
sendiri”. Sibuk bergosip ria ala cewek-cewek deretan belakang sebelah kanan,
kesibukan para manager klub bola online, kesibukan mengerjakan tugas yang
dikumpulkan usai jam kosong ini dan sebagainya. Aku? Sibuk memandang semua
pemandangan konyol dan gila ala kelas bernama tempat judi ini “CASINO”. Aku
terdiam untuk kesekian kalinya.
Aku
mengingat sesuatu telah ku siapkan di dalam tas. Beberapa buku pinjaman
perpustakaan yang sudah lama berdebu di atas meja belajarku. Aku berniat
mengembalikannya. Semoga saja aku tak mendapatkan denda yang cukup banyak
karena hampir 2 bulan membiarkannya di rumah.
***
“ Yut, kamu mau ke mana?” Sapa seseorang yang
duduk di sampingku.
“Kemana ya, ke perpus ni mau balikin buku. Mau
ikut?” Ucapku cepat.
“Nggak deh, aku ada janji sama adek kelas keluar
main ini”.
“Ohh”
Aku menuju ke perpustakaan, dan ternyata
cukup ramai dibandingkan hari-hari sebelumnya. Tumbenan nih, antrean pengembalian
buku di killer women akan masalah pengembalian dan denda perpustakaan itu cukup
panjang. Haha, bukannya kalo mau balikin buku kan mesti maen kucing-kucingan
sama guru itu. Biasanya yang udah nilep
buku lama kagak balikin-balikin atau memperpanjang rutin bakalan nunggu guru
itu buat gak ada di tempat. Dan cukup lumrah, buat menyetor buku dengan batas
peminjaman yang expired ke guru cowok
yang masih cukup muda untuk menghindari pembayaran denda berlebih agar uang
jajan utuh. Ah licik!, alah aku juga gitu kok. Baru berniat menyodorkan buku ke
guru free fined, malah di cegat surat
“beracun” yang di sana tertera nama dan kelasku lengkap. Apa ini? Aku buka
dengan cepat dan kudapati kertas di dalamnya terlipat, membuatku sedikit
canggung dengan isinya.
PANGGILAN SISWA YANG
TERLAMBAT MENGEMBALIKAN BUKU PINJAMAN
Nama :
Siti Raudatus Solihah
Kelas :
XII/IPA1
Kepada siswa
yang namanya diatas harap mengembalikan buku perpustakaan yang dipinjam. Buku
yang dipinjam sbb :
1.
Look a head
2.
Let’s write English Tgl. Kembali 19-07-2013
Jumlah
hari keterlambatan 42
hari
Ya elah, ternyata surat teguran sekaligus
surat “tuntutan” buat aku yang lalai mengembalikan buku. Sirna sudah harapan
untuk mengembalikan buku tanpa fee
yang sudah sangat terlambat ini. Yosh! Bagaimana lagi, ternyata siswa yang
mendapatkan surat itu juga harus mengembalikan buku ke ibu perpus yang tentunya
akan membayar denda sejumlah hari keterlambatan dikalikan 200 rupiah. Bukannya
satu, aku malah terlambat 2 buku sekaligus. Double
deh bayarnya -_-.
Untung juga aku yang cumin 42 hari, aku
lihat si Z anak kelas Gesch telatnya udah lebih 100 hari. Amajing, amajing! Haha, mana udah gitu buku yang dia mau kembalikan
berlipat-lipat. Dia sih, minjem buku perpustakaan atas nama orang lain, udah
gitu kan tuntutan mengembalikannya juga banyak. Gak cumin itu! Ternyata ada yang
lebih luar biasa lagi, si N dari kelas yang sama dengan si Zahi gak kalah
hebatnya. Sudah 300 hari lebih dia belum mengembalikan buku, hampir setahun.
Kalo mau bayar denda ya itungannya bisa beli buku yang dipinjemnya itu. Ckk..
Ini nih kalo telat, lalai dan tentunya meremehkan denda yang cumin 200 perak. Kalau sudah berlarut-larutkan jadi males dan tentunya dendanya MEMBENGKAK.
Hmm,
besok-besok semoga 2 kejadian menyebalkan di atas gak terjadi lagi. Tentunya kejadian
mengerikan tanggal 29 April itu juga semoga tidak akan terjadi lagi.
Ambil nilai dan semua manfaatnya saja ya_
terimakasih^^
Ambil nilai dan semua manfaatnya saja ya_
terimakasih^^
0 komentar:
Posting Komentar