-Siti Raudatus Solihah-
Indonesia telah
mencanangkan program swasembada daging pada tahun 2014 yang akan datang sebagai
upaya pemenuhan daging bagi masyarakat dan pengurangan jumlah impor daging dari
luar negri. Hal ini memicu berbagai daerah untuk mengembangkan potensinya dalam
menyukseskan program tersebut. Salah satunya adalah NTB. Pemerintah daerah NTB
mengeluarkan program yaitu program Bumi Sejuta Sapi (BSS).
Bumi Sejuta Sapi (BSS) adalah wilayah pengembangan
peternakan sapi di NTB di mana telah tercapai populasi optimal sesuai dengan
daya dukung wilayah (carrying capacity). Pengembangan program BSS ini
dilakukan di berbagai daerah di NTB seperti di Sumbawa dan Lombok. Di Pulau
Lombok, daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan program ini, salah satunya yaitu Lombok Timur, tepatnya di
Sembalun yang memiliki daerah perbukitan yang kaya akan sumber pakan ternak. Para
peternak di daerah tersebut melakukan pengolahan limbah secara tradisional,
seperti dengan menjadikan limbah ternak yaitu kotoran sebagai pupuk organik
dengan cara dikeringkan. Padahal, pengolahan seperti itu akan menyebabkan
lingkungan tercemar oleh gas-gas berbahaya. Situasi ini seharusnya sudah
dipertimbangkan terlebih dahulu oleh pemerintah sebelum menerapkan program BSS.
Swasembada daging tahun 2014 merupakan program pemerintah
yang diprediksi dapat menimbulkan banyak efek buruk bagi lingkungan. NTB “memperburuk”
keadaan dengan program BSS-nya dalam mendukung program pemerintah pusat
tersebut.
Pemerintah memprediksi jumlah
populasi sapi meningkat hingga mencapai
angka 1 juta ekor pada tahun 2013 ini. Peningkatan populasi sapi dapat
memicu terjadinya global warming.
Global warming adalah peningkatan
suhu rata-rata atsmosfer, laut dan daratan di bumi akibat efek rumah kaca.
Global warming menyebabkan mencairnya es di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Hal
ini menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil dan berkurangnya luas daratan di
dunia. Sejak tahun 2003, tercatat sekitar 2 ton es di daerah kutub mencair. Hal
ini sangat memprihatinkan karena dari
tahun ke tahun tingkatan pemanasan global semakin tinggi yang menunjukkan bahwa
kurangnya perhatian yang ada pada masyarakat dunia mengenai hal ini.
Global warming disebabkan efek gas
rumah kaca seperti karbon
dioksida (CO2), metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O)
yang terbuang ke atmosfer. Metana (CH4) merupakan gas rumah kaca
yang memiliki dampak sekitar 30% dalam menyumbangkan emisi gas yang menyebabkan
terjadinya global warming. Gas rumah kaca ini berasal dari berbagai sumber
alamiah seperti pembusukan bahan-bahan organik dan antropogenik salah satunya berasal dari hewan memamah biak yaitu
sapi. Proses pencernaan pada sapi akan menghasilkan kotoran yang mengandung gas
metana yang 23 kali lebih berbahaya dibandingkan dengan CO2. Selain
itu, kotoran sapi juga menghasilkan berbagai gas berbahaya lainnya seperti
ammonia dan nitrooksida. Dengan demikian, semakin banyak sapi, semakin tinggi
pula emisi gas rumah kaca yang dihasilkan.
Segala
ancaman yang terjadi sebenarnya adalah tanggung jawab dari masyarakat dan
pemerintah. Hanya saja, saat ini belum ada komunikasi yang lebih intens antara pemerintah dan para
peternak sapi. Dipandang dari segi ekonomi memang program ini sangat
menguntungkan untuk berbagai pihak. Namun, bila dipandang dari segi lingkungan
program ini tentu sangat memprihatinkan bahkan bila diteruskan akan mengancam
kelangsungan kehidupan.
Perubahan
sekecil apapun sangat berarti bagi kelangsungan kehidupan manusia. Dimulai dari
mengubah pola makan dengan memakan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
tentu yang memiliki gizi setara dengan daging agar dapat mengurangi konsumsi
daging. Karena sebenarnya, akar permasalahan adalah berasal dari tingginya
tingkat konsumsi daging yang menyebabkan pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan
tersebut. Selain itu, sebagai peternak yang cerdas untuk memanfaatkan limbah ternak
agar lebih ramah lingkungan, kita dapat mengolah limbah tersebut salah satunya
dengan cara membuatnya menjadi biogas yang juga memiliki manfaat berlebih bagi
kita.
Cintai lingkungan
sekitar kita, mulai dari diri sendiri dan tularkan kepada orang lain, sedikit
tidak tentu dapat membantu bumi kita agar tetap seimbang.
-Artikel ini menjadi juara 1 di lomba menulis Artikel oleh MGMP Geografi Lombok Timur-
0 komentar:
Posting Komentar