"Ketika kau salah"
Suatu
ketika Kinda sedang mengalami kesulitan untuk membuat garis lurus di pelajaran
Seni. Ia sangat kesusahan, padahal sudah berkali-kali ia mencoba tetapi tetap
tak membuahkan hasil. Astigmatisme dan
Miopi yang ia derita sudah hampir 3
tahun membuatnya harus mengenakan kacamata minus yang cukup tebal. Sedikit
kesusahan ia mencoba membuat garis lagi, sudah hampir setengah jalan ia membuat
tak sengaja salah seorang temannya menyeggol meja tulisnya. Penggaris yang ia
gunakan pun tergeser.
‘Bruuk!’ tanpa meminta maaf, Rita meninggalkannya begitu saja.
Ia tak bisa berkata apa-apa. Ia memperbaiki kaca matanya yang mulai beruap karena peluh mulai mengucur di kening dan wajahnya.
Akhirnya ia sampai pada titik
kepasrahan, sudah begitu banyak lembaran kertas gambar yang ia gunakan ,tanpa
membuahkan hasil. Ia tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa. Ia melihat
sekeliling kelasnya dan memang semua temannya sedang sibuk dengan pekerjaan
mereka masing-masing.
Akhirnya Kinda mencoba meminta
bantuan kepada Hesti teman sebangkunya untuk membuat garis lurus, tetapi Hesti
tampak sibuk membuat pola kedua yaitu lingkaran dan mengabaikan Kinda yang
sejak tadi meminta bantuannya.
Kinda mencoba meminta bantuan lagi
kepada Nizam.
“Maaf Zam, bisa bantu aku buat pola
garis gak? Aku sudah coba buat tapi gak bisa,” Kinda menyodorkan kertas
gambarnya.
“Aduuuh, kamu jangan ngerepotin ane
dulu dah. Ane lagi repot, minta tolong Geri noh!” Kinda berjalan menuju Geri.
“Geri, aku bisa minta tolong buat
pola garis gak?”
“Eh? Masa buat garis kamu gak bisa
sih Kin? Padahal tuh ada penggaris, pake aja itu!” Kinda terdiam mendengar
perkataan Geri.
“Aku gak bisa fokus, mata aku pedih”
Kinda pergi meninggalkan Geri. Ia merasa memang tidak ada lagi yang bisa
membantunya.
Aku bukannya malas membuatnya sendiri, aku sudah berusaha tapi tetap gak
bisa. Maafin aku udah merepotkan kalian.
***
Jam pelajaran pertama usai. Seluruh
siswa mengumpulkan tugasnya. Kinda yang gagal membuat pola garis menuliskan
catatan kecil di pojok bawah kertas gambarnya.
“Maaf Pak guru, saya tidak bisa membuat pola garis lurus. Oleh sebab itu
saya membuat tugas ini ganda tetapi tanpa pola garis lurus”
Ia membuat pola lingkaran, sebanyak
dua kali lipat. Karena ia tidak tahu lagi harus bagaimana.
***
“Kin, kamu bisa gak jawab Matematika yang nomer 5?,” Hesti
bertanya kepada Kinda. Kinda diam, ia tampak sibuk menulis.
“Kinda? Kamu bisa gak? Minta jawaban kamu dong,” Hesti
sedikit memaksa.
“…” Kinda diam dan masih menulis.
“KINDA MARIANA! Kalo orang lagi nanyak itu dijawab dong! Kalo
gak bisa ya bilang gak bisa! Ohhh, kamu marah gara-gara tadi aku gak bantuin
buat pola garis ya? Ish! Pedendam ya ternyata kamunya!” Hesti yang bosan
akhirnya berteriak dengan cukup keras membuat seisi kelas menoleh ke arahnya.
“Kinda kamu..” ia marah dan menarik cukup keras lengan Kinda.
“Auu, maaf Hes, jawabannya dari tadi
aku coba gak ketemu,” Kinda memegang lengannya dan menyodorkan kertas yang
sedari tadi ia tulis kepada Hesti. Hesti terdiam. Ia tak enak hati menatap
Kinda. Malu, sangat malu. Setelah apa yang ia perbuat kepada Kinda ia tersadar
bahwa ia salah.
“Kin..” Suara Hesti lirih.
“Iya, kenapa Hes?” jawab Kinda polos.
“Aku malu Kin..”
“Malu?” Kinda bingung dengan ucapan Hesti.
“Ma..aafin aku yaa..” Hesti memeluk
Kinda, suara lirihnya membuat air matanya tak terbendung lagi.
Setiap keburukan yang pernah kita dapatkan
bukan menunjukkan bahwa kita buruk..
Keburukan hanyalah suatu kesalahan
kordinasi otak dan hati nurani seseorang..
Ketika kau memperoleh perilaku buruk,
tetaplah kuat dan jangan terbawa hasut..
Iringi semua keburukan itu dengan
ketulusan..
Hanya itu!
“Tamparan
yang paling keras adalah ketika kau melakukan keburukan pada orang lain namun
ia membalasmu dengan kebaikan dan ketulusannya”
0 komentar:
Posting Komentar